Minggu, 03 Mei 2009


Kendalikan Kolesterol yuk

Diterbitkan Agustus 15, 2008 Artikel , Gaya Hidup , Health , Informasi , Kesehatan , Opini , Umum
Tags: Artikel, Gaya Hidup, Health, Informasi, Kesehatan, Opini, Umum

KETIKA LIPATAN KULIT BERLEMAK MULAI TAMPAK

junkfood120 Rutinitas pekerjaan, kesibukan, perburuan target kinerja *demi bonus euy*, sering bepergian *ke luar kota or kel luar negeri* dan segala bentuk aktifitas lainnya, acapkali kadang membuat kita lupa bahwa tubuh telah berubah tanpa kita sadari.

Mata terbelalak ketika kita mendapati perut mulai membuncit, kulit mulai berlipat, gerakan mulai lamban … dan berbagai dampak peningkatan berat badan mulai terasa … :P … lemah berlebih … ihhh !!!

HIPERLIPIDEMIA

Adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida atau keduanya) dalam darah. Lemak (lipid) merupakan zat yang kaya energi, berfungsi sebagai sumber energi untuk proses metabolisme. lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk di dalam tubuh terutama di hati (liver) dan dapat disimpan di dalam sel-sel lemak untuk digunakan di kemudian hari. Sel-sel lemak juga melindungi tubuh dari dingin dan melindungi tubuh dari cedera. Selain itu, lemak merupakan komponen penting dari dinding sel, selubung saraf yang membungkus sel-sel saraf dan empedu.

Di dalam darah terdapat 2 jenis lemak utama, yakni kolesterol dan trigliserida yang mengikatkan dirinya pada protein tertentu sehingga dapat mengikuti aliran darah. Gabungan antara lemak dan protein disebut lipoprotein dan lipoprotein utama yang perlu kita ketahui antara lain:

*
Kilomikron
*
VLDL ( Very Low Density Lipoprotein )
*
LDL ( Low Density Lipoprotein )
*
HDL ( High Density Lipoprotein )

Dalam kaitannya dengan penyakit, perlu dipahami bahwa tidak semua kolesterol meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung. Kolesterol yang dibawa oleh LDL (kolesterol jahat) menyebabkan meningkatnya resiko Penyakit Jantung Koroner, sedangkan HDL (kolesterol baik) menurunkan resiko tersebut dan menguntungkan. Idealnya kadar LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL sedangkan kadar HDL tidak boleh kurang dari 40 mg/dL dan HDL seyogyanya lebih 25 % dari kadar kolesterol total.

Sebagai faktor resiko dari penyakit jantung atau stroke, kadar kolesterol total tetap penting tapi yang lebih penting adalah perbandingan kolesterol total dengan HDL atau perbandingan LDL dengan HDL.

FAKTOR PENYEBAB

Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi dari wanita, tapi setelah menopause kadar pada wanita mulai meningkat. Faktor lain penyebab tingginya kadar lemak tertentu (misalnya: VLDL dan LDL) antara lain:

*
Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
*
Obesitas
*
Diet kaya lemak
*
Kurang olah raga
*
Penggunaan alkohol
*
Merokok
*
Diabetes yang tidak terkontrol
*
Kelenjar tiroid yang kurang aktif

healthy_diet Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total bersifat sementara dan tidak berat, terutama akibat dari makan berlemak. Kecepatan pembuangan lemak dari darah pada setiap orang berbeda-beda. Seseorang bisa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah memiliki kadar kolesterol lebih dari 200 mg/dL, sedangkan orang lain yang menjalani diet rendah lemak dengan ketat tapi tidak pernah memiliki kadar kolesterol total di bawah 260 mg/dL. Hal ini nampaknya bersifat genetil dan berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk keluarnya lipoprotein dalam aliran darah.

LDL KOLESTEROL DI ATAS NORMAL

Kadar kolesterol yang tinggi, terutama LDL, akan memicu timbulnya plaque pada dinding pembuluh darah yang merupakan dasar terjadinya artherosklerosis (penyempitan pembuluh darah) atau dikenal dengan Penyakit Jantung Koroner.

Diet rendah kolesterol dan rendah lemak jenuh akan mengurangi kadar LDL. Seangkan olahraga teratur (bersifat aerobik) dapat membantu mengurangi kadar kolesterol LDL dan menambah kadar kolesterol HDL.

TIPS MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL

Pada umumnya, pengobatan terbaik untuk seseorang yang memiliki kadar kolesterol atau trigliserida tinggi, adalah:

*
Menurunkan berat badan bagi yang mengalami kelebihan berat badan
*
Berhenti merokok
*
Mengurangi jumlah lemak dan kolesterol dalam makanannya.
*
Menambah porsi olah raga (atau mulai olahraga teratur yang bersifat aerobik)
*
Mengkonsumsi obat penurun kadar lemak (jika diperlukan).

Apabila kadar lemak darah sangat tinggi atau tidak memberikan respon yang baik terhadap tips di atas, maka perlu dicari penyebabnya yang lebih spesifik dengan pemeriksaan khusus sehingga dapat diberikan pengobatan yang sesuai.

CATATAN PENULIS:eamevriel@yahoo.co.id

Khusus untuk olahraga, seyogyanya dilakukan secara teratur sesuai dengan selera dan kesempatan, yang penting bersifat aerobik dan gak harus mahal. cihuyyy Olahraga teratur semisal push-up atau sit-up (sekitar 25 kali setiap hari) *wuih, 5 kali pada minggu pertama udah sakit perut atuhhh* cukup memadai untuk mengendalikan berat badan, … atau skipping (loncat tali sekitar 50 kali setidaknya 3 kali seminggu) kalo sempat … so, tidak harus beli peralatan olahraga indoor seharga jutaan untuk kemudian nganggur lantaran bosan. Sebagai penambah semangat (baca: nggaya), penulis hingga kini masih menyempatkan push-up dan sit-up setiap hari (tengah malam gak dilarang koq, sesempatnya deh) dan skipping seminggu sekali … ehm. :P

Semoga bermanfaat.

Sumber: Brosur RSHU Surabaya.

Diposkan oleh annila di 16:23 0 komentar

Jumat, 2009 Februari 27
[Kisah Islami] Kasih Sepanjang Jalan

Di stasiun kereta api bawah tanah Tokyo, aku merapatkan mantel wol tebalku erat-erat. Pukul 5 pagi. Musim dingin yang hebat. Udara terasa beku mengigit. Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar salju masih turun dengan lebat sejak kemarin. Tokyo tahun ini terselimuti salju tebal, memutihkan segenap pemandangan.

Stasiun yang selalu ramai ini agak sepi karena hari masih pagi. Ada seorang kakek tua di ujung kursi, melenggut menahan kantuk. Aku melangkah perlahan ke arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku masukkan, sekaleng capucino hangat berpindah ke tanganku. Kopi itu sejenak menghangatkan tubuhku, tapi tak lama karena ketika tanganku menyentuh kartu pos di saku mantel, kembali aku berdebar.

Tiga hari yang lalu kartu pos ini tiba di apartemenku. Tidak banyak beritanya, hanya sebuah pesan singkat yang dikirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar, kak�c". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Kartu pos ini dikirim Asih setelah beberapa kali ia menelponku tapi aku tak begitu menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang dikirimnya. Ah, waktu seperti bergerak lamban, aku ingin segera tiba di rumah, tiba-tiba rinduku pada ibu tak tertahan. Tuhan, beri aku waktu, aku tak ingin menyesal�c

Sebenarnya aku sendiri masih tak punya waktu untuk pulang. Kesibukanku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Yokohama, ditambah lagi mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam dalam kesibukan di negeri sakura ini. Inipun aku pulang setelah kemarin menyelesaikan sedikit urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-lagi urusan pekerjaan.

Sudah hampir dua puluh tahun aku menetap di Jepang. Tepatnya sejak aku menikah dengan Emura, pria Jepang yang aku kenal di Yogyakarta, kota kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya dalam rangka urusan kerjanya. Setahun setelah perkenalan itu, kami menikah.

Masih tergambar jelas dalam ingatanku wajah ibu yang menjadi murung ketika aku mengungkapkan rencana pernikahan itu. Ibu meragukan kebahagiaanku kelak menikah dengan pria asing ini. Karena tentu saja begitu banyak perbedaan budaya yang ada diantara kami, dan tentu saja ibu sedih karena aku harus berpisah dengan keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras dan tak terlalu menggubris kekhawatiran ibu.

Pada akhirnya memang benar kata ibu, tidak mudah menjadi istri orang asing. Di awal pernikahan begitu banyak pengorbanan yang harus aku keluarkan dalam rangka adaptasi, demi keutuhan rumah tangga. Hampir saja biduk rumah tangga tak bisa kami pertahankan. Ketika semua hampir karam, Ibu banyak membantu kami dengan nasehat-nasehatnya. Akhirnya kami memang bisa sejalan. Emura juga pada dasarnya baik dan penyayang, tidak banyak tuntutan.

Namun ada satu kecemasan ibu yang tak terelakkan, perpisahan. Sejak menikah aku mengikuti Emura ke negaranya. Aku sendiri memang sangat kesepian diawal masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan mengurus rumah tangga mengalihkan perasaanku. Ketika anak-anak beranjak remaja, aku juga mulai bekerja untuk membunuh waktu.

Aku tersentak ketika mendengar pemberitahuan kereta Narita Expres yang aku tunggu akan segera tiba. Waktu seperti terus memburu, sementara dingin semakin membuatku menggigil. Sesaat setelah melompat ke dalam kereta aku bernafas lega. Udara hangat dalam kereta mencairkan sedikit kedinginanku. Tidak semua kursi terisi di kereta ini dan hampir semua penumpang terlihat tidur. Setelah menemukan nomor kursi dan melonggarkan ikatan syal tebal yang melilit di leher, aku merebahkan tubuh yang penat dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka. Tapi ternyata tidak, kenangan masa lalu yang terputus tadi mendadak kembali berputar dalam ingatanku.

Ibu..ya betapa kusadari kini sudah hampir empat tahun aku tak bertemu dengannya. Di tengah kesibukan, waktu terasa cepat sekali berputar. Terakhir ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka, liburan musim panas. Hanya dua minggu di sana, itupun aku masih disibukkan dengan urusan kantor yang cabangnya ada di Jakarta. Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan uang kiriman ku yang teratur setiap bulan. Selama ini aku pikir materi cukup untuk menggantikan semuanya. Mendadak mataku terasa panas, ada perih yang menyesakkan dadaku. "Aku pulang bu, maafkan keteledoranku selama ini�c" bisikku perlahan.

Cahaya matahari pagi meremang. Kereta api yang melesat cepat seperti peluru ini masih terasa lamban untukku. Betapa masih jauh jarak yang terentang. Aku menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi pandanganku. Tumpukan salju memutihkan segenap penjuru. Tiba-tiba aku teringat Yuka puteri sulungku yang duduk di bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda dengan remaja lainnya di Jepang ini. Meski tak terjerumus sepenuhnya pada kehidupan bebas remaja kota besar, tapi Yuka sangat ekspresif dan semaunya. Tak jarang kami berbeda pendapat tentang banyak hal, tentang norma-norma pergaulan atau bagaimana sopan santun terhadap orang tua.

Aku sering protes kalau Yuka pergi lama dengan teman-temannya tanpa idzin padaku atau papanya. Karena aku dibuat menderita dan gelisah tak karuan dibuatnya. Terus terang kehidupan remaja Jepang yang kian bebas membuatku khawatir sekali. Tapi menurut Yuka hal itu biasa, pamit atau selalu lapor padaku dimana dia berada, menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku mempercayainya dan memberikan kebebasan padanya. Menurutnya ia akan menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Untuk menghindari pertengkaran semakin hebat, aku mengalah meski akhirnya sering memendam gelisah.

Riko juga begitu, sering ia tak menggubris nasehatku, asyik dengan urusan sekolah dan teman-temannya. Papanya tak banyak komentar. Dia sempat bilang mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang menyediakan waktu buat mereka karena kesibukan bekerja. Mereka jadi seperti tidak membutuhkan mamanya. Tapi aku berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat anak-anak yang berangkat dewasa dan jarang di rumah. Dulupun aku bekerja ketika si bungsu Riko telah menamatkan SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku kurang bisa membagi waktu antara kerja dan keluarga.

Melihat anak-anak yang cenderung semaunya, aku frustasi juga, tapi akhirnya aku alihkan dengan semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan kerja. Aku jadi teringat masa remajaku. Betapa ku ingat kini, diantara ke lima anak ibu, hanya aku yang paling sering tidak mengikuti anjurannya. Aku menyesal. Sekarang aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika aku mengabaikan kata-katanya, tentu sama dengan sedih yang aku rasakan ketika Yuka jatau Riko juga sering mengabaikanku. Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap kedua puteri ku adalah peringatan yang Allah berikan atas keteledoranku dimasa lalu. Aku ingin mencium tangan ibu....

Di luar salju semakin tebal, semakin aku tak bisa melihat pemandangan, semua menjadi kabur tersaput butiran salju yang putih. Juga semakin kabur oleh rinai air mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap sore ibu mengingatkan kami kalau tidak pergi mengaji ke surau. Ibu sendiri sangat taat beribadah. Melihat ibu khusu' tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan alqur'an adalah pemandangan biasa buatku. Ah..teringat ibu semakin tak tahan aku menanggung rindu. Entah sudah berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan.

Akhirnya setelah menyelesaikan semua urusan boarding-pass di bandara Narita, aku harus bersabar lagi di pesawat. Tujuh jam perjalanan bukan waktu yang sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku. Senyum ibu seperti terus mengikutiku. Syukurlah, Window-seat, no smoking area, membuat aku sedikit bernafas lega, paling tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang lain dan untuk berdzikir menghapus sesak yang memenuhi dada. Melayang-layang di atas samudera fasifik sambil berdzikir memohon ampunan-Nya membuat aku sedikit tenang. Gumpalan awan putih di luar seperti gumpalan-gumpalan rindu pada ibu.

Yogya belum banyak berubah. Semuanya masih seperti dulu ketika terakhir aku meninggalkannya. Kembali ke Yogya seperti kembali ke masa lalu. Kota ini memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan yang dulu selalu aku lalui, seperti menarikku ke masa-masa silam itu. Kota ini telah membesarkanku, maka tak terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-kenangan manis bersama ibu yang selalu mewarnai semua hari-hariku. Teringat itu, semakin tak sabar aku untuk bertemu ibu.

Rumah berhalaman besar itu seperti tidak lapuk dimakan waktu, rasanya masih seperti ketika aku kecil dan berlari-lari diantara tanaman-tanaman itu, tentu karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu yang berubah, ibu...

Wajah ibu masih teduh dan bijak seperti dulu, meski usia telah senja tapi ibu tidak terlihat tua, hanya saja ibu terbaring lemah tidak berdaya, tidak sesegar biasanya. Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini datang, bu..", gemetar bibirku memanggilnya. Ku raih tangan ibu perlahan dan mendekapnya didadaku. Ketika kucium tangannya, butiran air mataku membasahinya. Perlahan mata ibu terbuka dan senyum ibu, senyum yang aku rindu itu, mengukir di wajahnya. Setelah itu entah berapa lama kami berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap rambutku, pipinya basah oleh air mata. Dari matanya aku tahu ibu juga menyimpan derita yang sama, rindu pada anaknya yang telah sekian lama tidak berjumpa. "Maafkan Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku menyadari semua kekeliruanku selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar